Minggu, 22 November 2015

EKSPLORASI UMBI GADUNG SEBAGAI INSEKTISIDA ALAMI

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
     Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian pangan berupa beras, buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Hal ini menyebabkan meningkatnya penggunaan pestisida. Pestisida merupakan salah satu hasil teknologi modern telah terbukti mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada awalnya dianggap sebagai cara yang ampuh untuk mematikan unsur-unsur penganggu tanaman pertanian, kemudian penyebaran racun ke tanaman pangan justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat. Penggunaan pestisida yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia terutama bagi petani yang terus menerus menggunakannya dan juga akan memberikan banyak dampak buruk.
    Risiko bagi keselamatan pengguna yang berupa kontak langsung terhadap pestisida, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejalan sakit kepala, mual, muntah dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit dan kebutaan. Keracunan kronis tidak selalu mudah diprediksi dan dideteksi karena efeknya tidak segera dirasakan, walaupun akhirnya juga menimbulkan gangguan kesehatan.
    Menurut data World Health Organization (WHO) paling tidak 20.000 orang meninggal dalam setiap tahun akibat keracunan pestisida yang terjadi pada pekerja di sektor pertanian dan sekitar 5.000-10.000 orang pertahun mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan hepatitis. Berbagai jenis pestisida terakumulasi tanah dan air yang berdampak buruk terhadap keseluruhan ekosistem. Saat ini, WHO memperkirakan pada tahun 2009 kematian akibat keracunan pestisida ada 5.000 kasus. Sebuah penelitian di India memperkirakan lebih dari 1.000 orang pekerja di perkebunan telah terpapar pestisida dalam kurun waktu antara Agustus hingga Desember tahun 2001 dengan CFR 50% sedangkan di Kamboja setidaknya 88% petani mengalami dampak akut keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 sampai 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun. Kasus keracunan pestisida juga banyak terjadi di Indonesia antara lain di Kulon Progo, Jawa Tengah pada tahun 2008 ada 210 kasus keracunan dengan pemeriksaan fisik dan klinis, 50 orang diantaranya diperiksa laboratorium dengan hasil 15 orang (30%) mengalami keracunan.
    Hasil penelitian yang dilakukan Riptono, dkk (2013) menyimpulkan bahwa Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya digunakan sebagai Bahan Dasar Pembuatan Pestisida Alami yang Ramah Lingkungan. Tanaman lain yang sering dimanfaatkan sebagai pestisida alami, misalnya tembakau, cabai merah, daun sirsak, kemangi dan daun jambu biji. Tanaman-tanaman tersebut memiliki keunggulan membunuh hama tanpa member efek samping kepada penggunanya. Umbi gadung dilaporkan memiliki senyawa alkoida dioscorin yang merupakan senyawa racun yang cukup tinggi. Oleh karena, banyaknya korban akibat penggunaan pestisida kimia serta dampak buruk yang ditimbulkan bagi lingkungan dan kesehatan, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh umbi gadung sebagai bahan dasar pestisida alami.

1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah kandungan aktif pada umbi gadung berpengaruh terhadap hama tanaman ?
2) Bagaimana proses pengolahan gadung sebagai insektisida alami ?
3) Bagaimana cara menguji kandungan aktif insektisida alami pada tanaman gadung ?
4) Apa manfaat penggunaan umbi gadung sebagai insektisida alami dibandingkan bahan kimia dalam membasmi hama ?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui tanaman gadung memiliki kandungan aktif insektisida alami.
2) Untuk menguji kandungan aktif insektisida alami pada tanaman gadung.
3) Untuk mengetahui proses pengolahan tanaman gadung sebagai insektisida alami.
4) Untuk menggantikan pestisida dari bahan kimia menjadi bahan alami.
5) Untuk membantu petani dalam membasmi hama dengan cara yang tepat tanpa memberikan banyak dampak buruk.

1.4 Manfaat Penelitian
1) Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan aktif tanaman umbi gadung sebagai alternatif insektisida alami.
2) Mengurangi dampak buruk penggunaan pestisida kimia terhadap kesehatan petani.
3) Membantu petani mengurangi biaya dalam membasmi hama.
4) Menyelamatkan lingkungan dari pestisida yang mengandung bahan kimia berbahaya.
5) Sebagai informasi atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
6) Sebagai wadah untuk mengembangkan potensi peserta didik untuk mengelola bahan alam menjadi bahan bahan yang lebih bermanfaat.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel
    Populasi umbi gadung dalam penelitian ini adalah tanaman Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) yang tumbuh di Kab. Poso, sedangkan sampelnya adalah umbi gadung yang ada di Desa Lape (Poso pesisir).
    Populasi ulat yang kami uji berada di Kec. Poso pesisir, dengan sampel ulat di Puna, Poso Pesisir. Sebelum penelitian dilakukan, sampel ulat tersebut telah diperiksa bahwa ulat tersebut masih hidup dengan ciri masih aktif bergerak.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
    Waktu penelitian dilaksanakan mulai pada tanggal 6 Juli 2015 sampai 8 Juli 2015 bertempat di laboratorium SMAN 3 Poso Kec. Poso Kota, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

3.3 Alat dan Bahan
    Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu gelas ukur, saringan, parutan/blender, baskom, botol, sarung tangan, dan pisau. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu umbi gadung, air bersih dan bubuk kayu manis.

3.4 Prosedur Kerja
    Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemberian pestisida berupa umbi gadung terhadap hama dalam hal ini adalah ulat pada tanaman padi. Pertama, olahlah umbi gadung sesuai prosedur di atas. Kemudian, masukkan ke dalam sebuah botol semprot. Semprotkanlah pada tanaman padi yang diketahui memiliki ulat. Amatilah perubahan yang terjadi pada ulat tersebut. Setelah sekitar 5 menit disemprotkan cairan tersebut, ulat tersebut menunjukkan perubahan fisologis yaitu muntah dan juga pingsan sehingga ulat tersebut terjatuh dari daun tempat awal ditempati.Tanaman pun bebas dari hama, dalam hal ini hama berupa ulat.


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
    Racun yang terdapat didalam umbi gadung antara lain dioskorin, diosgenini serta asam sianida (HCN). Asam sianida yang terdapat pada umbi gadung efektif dalam membasmi hama pada tanaman utamanya hama berupa ulat. Racun ini bersifat sangat mudah larut dalam air, alkohol, asam, dan basa, tetapi sukar larut dalam eter dan benzene.
Tabel hasil pengamatan


No.
Pengamatan 3 sampel ekor ulat
(Ekstrak umbi gadung+bubuk kayu manis) + air bersih
40 ml + 60 ml
50 ml + 50 ml
60 ml + 40 ml
1.
5 menit
Belum ada perubahan perilaku
Gerakan ulat menjadi lebih cepat dari semula (seperti gatal)
Belum ada perubahan perilaku
2.
10 menit
Belum ada perubahan perilaku
Sudah mulai mengeluarkan cairan hijau
Gerakan menjadi lebih lambat dari semula
3.
1 jam
Bergerak hanya ketika di sentuh
Cairan hijau yang dikeluarkan ulat sudah banyak
Bergerak hanya ketika di sentuh
4.
2 jam
Masih tetap diam
Sudah diam
Masih tetap diam
5.
6 jam
Masih tetap diam dengan kondisi mulai lemah
Sudah diam dengan ciri sudah mulai lemah
Masih tetap diam dengan kondisi mulai lemah
6.
1 hari
Masih tetap diam dengan kondisi lemah
Sudah lemah dan tidak bergerak lagi
Masih tetap diam dengan kondisi lemah
7.
2 hari
Masih hidup tapi sudah sangat lemah
Sudah mati
Masih hidup tapi sudah sangat lemah


4.2 Pembahasan
    Insektisida merupakan pestisida yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan dan membasmi hampir semua jenis serangga. Insektisida alami adalah insektisida yang dibuat dengan memanfaatkan bahan yang ada dilingkungan sekitar dengan proses pembuatan yang mudah serta murah. Bahan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami ini adalah dengan mengkombinasikan antara umbi gadung, bubuk kayu mais, dan air bersih.
    Insektisida alami memiliki sifat yang lebih menguntungkan dibandingkan penggunaan insektisida kimia, diantaranya mengurangi resistensi hama, mengurangi kematian musuh alami hama, mengurangi resiko terjadinya letusan hama kedua, mengurangi bahaya bagi manusia dan ternak, tidak mencemari alam, mengurangi ketergantungan petani terhadap agrokimia, serta biaya dapat lebih murah.
    Gadung (Dioscorea hispida Dennst., suku gadung-gadungan atau Dioscoreaceae) tergolong tanaman umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian. Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang benar pengolahannya.
     Umbi gadung mengandung dioskorin salah satu alkaloid yang bersifat racun bagi serangga seperti ulat, cacing (nematoda) bahkan juga tikus. Kandungan kimia umbi gadung yang berpotensi menimbulkan gangguan metabolisme (anti makan, keracunan, bahkan manusiapun bisa mengalami), yaitu jenis racun dioscorin (racun penyebab kejang), diosgenin (antifertilitas) dan dioscin yang dapat menyebabkan gangguan syaraf, sehingga apabila memakannya akan terasa pusing dan muntah-muntah. Selain itu, umbi gadung (Dioscorea composita) juga mengandung saponin, amilum, CaC2O4, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam fosfat, protein, dan vitamin. Komponen yang merugikan pada gadung yaitu zat beracun berupa asam sianida (HCN) yang merupakan bahan aktif dalam pengendalian hama berupa ulat.
    Penyemprotan umbi gadung yang telah diolah dengan prosedur pengolahan diatas dilakukan dengan 3 sampel yaitu sampel pertama dengan konsentrasi untuk 40 ml umbi gadung dengan campuran setengah sendok bubuk kayu manis dan 60 ml air, 50 ml umbi gadung dengan campuran setengah sendok bubuk kayu manis dan 50 ml air bersih, dan 60 ml umbi gadung dengan campuran setengah sendok bubuk kayu manis dan 40 ml air.
    Sampel pertama, konsetrasi 40 ml dan 60 ml atau perbandingan 2 : 3. Dilakukan penyemprotan dengan konsetrasi tersebut terhadap ulat yang masih hidup dan aktif bergerak. Setelah 5 sampai 10 menit ulat masih belum menunjukkan perubahan perilaku. Beberapa jam kemudian, ulat mulai tidak bergerak dan hanya bergerak pelan ketika disentuh. Di hari berikutnya ulat tersebut masih seperti kemarin yaitu tetap diam namun sudah mulai lemah. Ketika dilakukan pengamatan di hari kedua, ulat tersebut masih tetap hidup tetapi dengan kondisi sangat lemah.
    Sampel kedua dengan konsetrasi 50 ml dan 50 ml atau perbandingan 1 : 1 menyebabkan ulat mengalami perubahan fisiologis setelah beberapa menit yaitu mulai mengeluarkan cairan hijau dari mulutnya. Hal ini menyebabkan ulat tersebut terjatuh dari daun tanaman tempat awal ditempati. Setelah beberapa jam disemprotkan cairan tersebut ulat sudah banyak mengeluarkan cairan hijau dan juga tidak bergerak aktif lagi seperti semula. Di hari berikutnya ketika dilakukan pengamatan kembali, ulat tersebut masih tetap hidup tapi sudah menunjukkan kondisi lemah. Di hari kedua ulat tersebutdiamati kembali, ternyata ulat tersebut sudah mati.
     Sampel ketiga dengan konsentrasi 60 ml umbi gadung dan 40 ml air atau perbandingan 3 : 2 menyebabkan ulat tersebut masih belum menunjukkan adanya perubahan perilaku pada 5 menit. Setelah 10 menit ulat tersebut menunjukkan gerakan yang lebih lambat dari semula. Pada 1 jam dan 2 jam ulat tersebut menjadi diam dan bergerak apabila disentuh. Setelah 6 jam ulat tersebut masih tetap diam dengan kondisi yang mulai melemah. Keesokkannya ulat tersebut masih tetap diam tetapi dengan kondisi lemah. Dan setelah 2 hari ulat tersebut masih tetap hidup tetapi dengan kondisi lemah.
Ini menunjukkan bahwa umbi gadung membuat ulat mabuk dengan kandungan aktif yang dimilikinya sehingga tanaman bebas dari hama berupa ulat tanpa menggunakan pestisida kimia dan juga tidak merusak tanaman itu sendiri.
    Pembuatan insektisida alami dengan bahan utama umbi gadung lebih ekonomis, mudah, risiko buruk terhadap, ekosistem dan lingkungan lebih kecil, serta tidak memberikan dampak buruk bagi penggunanya dibanding penggunaan insektisida kimia yang berbahaya.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
    Hasil penelitian yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa tanaman gadung memiliki kandungan aktif insektisida alami yang efektif dalam pembasmian hama yaitu ulat. Tanaman umbi gadung yang telah diolah dan disemprotkan atau disiram pada ulat menyebabkan ulat mengeluarkan cairan hijau, bergerak lebih pelan dari sebelumnya, dan juga pingsan sehingga ulat jatuh dan akhirnya mati.
     Penggunaan insektisida dari umbi gadung memiliki resiko kesehatan yang lebih kecil dibandingkan penggunaan insektisida kimia yang memberikan banyak dampak buruk. Pembuatan umbi gadung sebagai insektisida sangat sederhana, mudah dan ekonomis karena semua bahan yang dibutuhkan ditemukan di lingkungan sekitar dari pada menggunakan bahan kimia yang harganya mahal dan berbahaya bagi lingkungan, ekosistem dan juga penggunanya. Tanaman umbi gadung banyak tumbuh di daerah Indonesia serta dapat tumbuh dengan mudah tanpa perawatan yang rumit.

5.1 Saran
     Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1) Mengujikan insektisida umbi gadung terhadap hama lain selain ulat.
2) Menguji langsung insektisida umbi gadung terhadap daerah tanaman yang memiliki hama.
3) Memanfaatkan bagian lain umbi gadung untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Menjadikan umbi gadung sebagai salah satu bahan pengganti beras dengan pengolahan tertentu.
5) Menguji umbi gadung sebagai insektisida alami dalam jumlah yang besar terhadap hama tanaman yang mempunyai wilayah yang luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar